Akar Sejarah Maulid
Setiap bulan Rabi’ul Awal, umat muslim khususnya umat muslim di Banten sibuk menyiapkan berbagai macam agenda dalam rangka memperingati kelahiran Rasulallah SAW., yang jatuh pada tanggal 12 Rabi’ul Awal, penggagas pertama kalinya yang memperingati maulid Nabi Muhammad SAW, adalah Sholahuddin Yusuf Al Ayyubi, yaitu panglima perang Mesir. Ia mengusulkan ide maulid Nabi kepada Sultan Mesir, Muzaffar bin Baktati yang terkenal arif dan bijaksana. Sholahuddin Yusuf Al Ayyubi, panglima perang pada masa masa Khalifah Muiz Liddinillah dari dinasti Bani Fathimiyah di Mesir pada tahun 365H/975M.[1]
Gagasan Saladin sangat sederhana,
pada masa itu masjid Al Aqsa di ambil alih dan diubah menjadi Gereja. Kondisi
tersebut diperparah oleh keadaan pasukan Islam yang mengalami penurunan ghairah
perjuangan dan menipisnya tali persaudaraan (ukhuwah Islamiyah). Dari latar
belakang ini Sultan Saladin menginginkan kembali semangat juang dan persatuan
umat dengan cara merefleksikan dan mempertebal kecintaan Nabi yang disambut
luar biasa oleh seluruh kaum muslimin.[2]
Juresalem berhasil direbut kembali,
di bawah pimpinan Sultan Saladin, dalam peperangannya dengan tentara salib, korban
dari pihak Islam jatuh dengan jumlah yang sedikit. Tidak seperti kaum Kristen
ketika merebut Juresalem yang membunuh kaum muslim seluruhnya. Justru sikap
Sultan Saladin yang tidak memiliki sifat balas dendam, mengawal tentara salib
yang tersisa guna diselamatkan jiwanya setelah mereka mengatakan menyerah.[3]
Versi lain dalam memperingati maulid
Nabi Muhammad, adalah terjadi di Irak sekitar 500 tahun setelah Rasulallah
meninggal. Afad bin Adzam adalah yang mempelopori peringatan maulid Nabi untuk
pertama kalinya, namun proses peringatan maulid ini gagal. Pada peringatan
maulid ini, dilakukan penyembelihan lima ekor unta dan 15 ekor kambing. Hal ini
umat Islam hanya mementingkan perut dari pada hikmah maulid itu sendiri.[4]
Kegagalan kedua dalam memperingati
maulid, adalah yang dipelopori oleh Al Khawatsibi dengan kasus yang sama. Baru
pada saat Saladin melaksanakan peringatan maulid untuk ketiga kalinya, ia
berhasil dan direspon positif oleh umat. Bahkan umat Islam juga mementingkan
hikmah uswatun hasanah dalam rangka menyiarkan ajaran Islam.[5]
Panjang Mulud dan Tradisi Agama
Tidak diragukan lagi masyarakat Banten dikenal masyarakat yang religius, hal ini memiliki sejarah yang panjang. Di dalamnya telah terjadi pergulatan yang intens dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya bahkan agama.
Selain aktifitas yang memiliki jam
terbang yang tinggi para tokoh masyarakat Banten pun mengerahkan tujuan
kehidupan bagi masyarakatnya yang akan dituju. Mereka inipun menentukan
nilai-nilai etika dalam pergulatan kehidupan masyarakat setempat.
Para tokoh agama, biasanya yang memiliki pengaruh perubahan bagi suatu masyarakat dalam pergulatan kehidupan ini. Peran tokoh mampu merubah sebuah tradisi yang tadinya memiliki nilai rendah, tokoh pula yang dapat membangkitkan suatu tradisi yang berniali tinggi. Suatu tradisi yang mampu membangkitkan semangat masyarakat adalah, tradisi maulid Nabi atau panjang mulud di wilayah Banten. Sementara agama, menurut Durkheim, sebagaimana yang dikutip MA. Tihami,[6] sebagai kesatuan sistim kepercayaan dan pelaksanaan dalam hubungan dengan sesuatu yang suci (upacara-upacara), yang dilakukan itu mengikat seseorang pada moral komuniti yang disebut umat. Agama Dalam definisi ini memiliki tiga unsur yaitu, kepercayaan, upacara, dan umatnya. Selanjutnya Tihami, menjelaskan bahwa ketiga unsur tersebut terikat satu jaringan sistim yang satu sama lainnya memberikan sumbangan dalam menjalankan fungsinya.
Para tokoh agama, biasanya yang memiliki pengaruh perubahan bagi suatu masyarakat dalam pergulatan kehidupan ini. Peran tokoh mampu merubah sebuah tradisi yang tadinya memiliki nilai rendah, tokoh pula yang dapat membangkitkan suatu tradisi yang berniali tinggi. Suatu tradisi yang mampu membangkitkan semangat masyarakat adalah, tradisi maulid Nabi atau panjang mulud di wilayah Banten. Sementara agama, menurut Durkheim, sebagaimana yang dikutip MA. Tihami,[6] sebagai kesatuan sistim kepercayaan dan pelaksanaan dalam hubungan dengan sesuatu yang suci (upacara-upacara), yang dilakukan itu mengikat seseorang pada moral komuniti yang disebut umat. Agama Dalam definisi ini memiliki tiga unsur yaitu, kepercayaan, upacara, dan umatnya. Selanjutnya Tihami, menjelaskan bahwa ketiga unsur tersebut terikat satu jaringan sistim yang satu sama lainnya memberikan sumbangan dalam menjalankan fungsinya.
Manusia dalam hal ini disebut umat merupakan unsur agama, yang disebut jama’ah. Sebutan ini muncul karena umat agama memiliki keterikatan dalam menjalankan ritualitas dan upacara-upacara dan keyakinan yang pada akhirnya berwujud dengan moral komuniti.
Definisi dan unsur agama di atas berlaku pula bagi agama orang-orang kampung Tanggul Cimuncang. Dalam hal ini unsur ritual (upacara) yang paling dianggap penting, hal ini agama dalam bentuk nyatanya adalah upacara atau ritual. Maka bagi orang-orang yang melakukan ritual berarti orang dianggap beragama. Maka agama adalah serangkaian upacara yang diberi rasionalisasi oleh mitos. Upacara yang diangap penting adalah yang mampu mengikat jama’ahnya dalam satu komunitas, sehingga lambang upacara berarti juga lambang masyrakat. Satu tradisi upacara yang dilaksanakan suatu masyarakat secara gotong royong melambang kebersamaan dan menjadi ajang komunikasi yang ampuh bagi warga masyarakat.[7]
Masih menurut Tihami, tradisi upacara yang diselenggarakan bersama diatur berdasarkan pembagian tugas, yaitu imam dan makmum. Meskipun dalam berbagai upacara pembagian tugas ini berbeda-beda namanya. Termasuk di dalam tradisi panjang mulud yang di lakukan di kampung Tanggul yang memiliki tokoh upacara yaitu, imam dan kiyai.
Haji Asl, menyatakan bahwa kedahe imam agama niku sing ngederebeni ilmu sing luhur kanggo ngisungi wejangan-wejangan agama kangge masyarakat puniki, napa malih kangge menghadapi upacara panjang mulud kedah ngederebeni ilmu maca alquran sing tartil, bagus qiroate, lan terakhir ngederbeni karismatik, (pemimpin atau imam harus memiliki ilmu agama untuk memberi nasihat kepada masyarakat, apalagi untuk memimpin upacara tradisi panjang mulud yang harus memiliki pembacaan ayat alquran yang bagus, tartil, dan karismatik).
Imam ialah pemimpin upacara, ia memiliki pengetahuan yang lebih tentang agama dan upacara-upacaranya dibandingkan dengan makmum. Dan makmum sebagai pengikut dan peserta upacara. Oleh karena itu imam tempat bertanya tentang permasalahan agama, baik di rumahnya ataupun di tempat-tempat lain, sebagai nasihat kepada makmum.[8] Sementara kategorisasi imam dalam panjang mulud, yaitu orang yang memimpin upacara baca dzikir panjang mulud. Masih menurut Haji Asl, pemimpin ini biasa membawa makmum satu kelompok antara 25 orang hingga 100 orang untuk membaca wiridan dzikir, tawasul kepada Allah dan Nabi Muhammad. Sementara makmum, adalah orang yang mengikuti si imam dalam upacara tertentu sampai ia selesai mengikuti upacara.
Imam yang dimaksudkan dalam Haji Asl, adalah imam yang memimpin upacara tradisi panjang mulud yang ada di Kampung Tanggul Cimuncang, namun sebelum pelaksanaan tradisi panjang mulud di Kampung ini, dibentuk suatu kepanitiaan terlebih dahulu. Dalam kepanitiaan ini terdapat pemimpin[9] atau ketua, sekretaris, bendahara, dan setrusnya yang mengorgansir pelaksanaan panjang mulud. Biasanya yang dijadikan ketua dalam tradisi panjang mulud ini para tokoh yang dianggap memiliki pengetahuan yang tinggi. Imam dan makmum[10] sebenarnya yaitu kelompok dzikir dalam pelaksanaan tradisi panjang mulud, yang dapat diundang oleh kelompok panitia panjang mulud. Kelompok dzikir Imam dan makmum ini terdiri dari beberapa kelompok, yang masing-masing bergantian membaca dzikir. Dalam tradisi panjang mulud kelompok dzikir ini biasanya terdiri 2-3 kelompok, selanjutnya pihak panitia menilai kelompok mana yang memiliki bacaan, kefasihan, ketartilan, serta qira’atnya yang bagus itulah yang menjadi pemenang dzikir, dan kelompok dzikir berhak menerima panjang mulud yang disediakan oleh panitia.
Dalam pelaksanaan tradisi panjang
mulud seorang imam, harus pandai berdzikir, bertawasul, membaca ayat-ayat
alquran, dengan tartil, dan bahkan si imam harus memiliki bacaan ayat alquran
dengan qira’at al sab’ah.
Prosesi Panjang Mulud
Masyarakat kampung Tanggul memiliki ghirah yang tinggi dalam mempersiapkan tradisi panjang mulud. Tradisi ini bagi merka merupakan ajaran yang mereka yakini bahwa penghormatan terhadap kelahiran Nabi Muhammad SAW, adalah ajaran yang memiliki tradisi yang baik dan tidak melanggar ajaran agama.
Menurut, Haji Syhd, perayaan mulud pada tahun ini masyarakat memiliki ghairah yang tinggi sehingga masyarakat tidak segan-segan merefleksikan tradisi panjang mulud ini dengan ikhlas mengeluarkan panjang-panjang yang bervariasi, terbukti dengan antusiasnya warga yang terdata oleh panitia terdapat 78 panjang, belum yang terdata mereka biasanya mengikuti perayaan ini
Prosesi awal dalam perayaan maulid
Nabi, adalah membentuk kepanitiaan yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu dari
pemerintahan tingkat bawah seperti RT, dan RW sampai k kelurahan, dan Dewan
Kesejahteraan Masjid (DKM). Kepanitiaan terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua,
dan koordinator-koordinator, salah satunya adalah koordinator pendataan
panjang. Koordinator ini memiliki peran juga dalam jalannya praktek ritual
mualid Nabi, pendataan ini tentu dapat mengindikasikan sebuah antusiasme pada
masyarakat.
Setelah pendataan selesai, barulah tinggal perayaan yang dipusatkan pada masjid al-Muhairin Kampung Tanggul Cimuncang. Prosesei parayaan upacara panjang mulud ini meliputi : selamatan, tahlil, do’a, hikmah maulid pada malam harinya, baru esok pagi perayaan panjang mulud.
Selamatan bagi warga Tanggul merupakan refleksi perayaan yang dipusatkan di masjid yang masing-masing warga membawa hidangan makanan, dan ngeriung sambil membaca tahlil dan do’a. Prosesi selamatan ngeriung ini biasanya dilakukan setelah melakukan sholat maghrib atau isya tergantung kesepakatan. Hikmah maulid, merupakan prosesi acara selanjutnya, bagi masyarakat Kampung Tanggul yang menghendaki siraman rohani, yang berkaitan dengan kehidupan sejarah Nabi, yang berusaha dikaitkan dengan kehidupan masa kini. Acara hikmah maulid ini dapat dilaksanakan setelah ba’da isya sampai tengah malam, yang sebelumnya dilakukan acara selamatan ngeriung.
Tepat pada jam 07.00, pagi panjang mulud dijejerkan di depan rumah warga masing-masing, sambil menunggu waktu yang tepat untuk dihantarkan dan jemput ke masjid, panjnag-panjang yang berupa macam-macam bentuknya ini dipertontonkan dahulu, di jalan-jalan.
Sementara di dalam masjid terdapat beberapa kelompok pendzikir yang di datangkan dari kampung sekitar. Menurut Haji Syhd, kelompok pendzikir ini biasanya kita undang maksimal tiga kelompok namun pada tahun ini hanya dua kelompok saja. Kelompok pendzikir ini dari tetangga kampung seperti Ranca Talas, dan dan juga dari kecamatan Taktakan yaitu desa Drangong. Kelompok pendzikir ini membaca tahlilalan dan membaca kitab Barjanji secara bergantian, mengiringi datangnya panjang-panjang mulud di depan masjid.
Tepat pukul 09.00, panjang-panjang
yang dijejerkan di jalan, dijemput sekolompok penjeput terdiri dari 10-25
penjemput dengan berpakaian baju taqwa, sambil membaca sholawatan, dan membawa
alat musik terbang gede. Kelompok penjeput ini terdiri dari dua kelompok.
Kelompok Pertama, terdiri 10-25 orang sambil membawa alat kesenian terbang
gede,[11]
patingtung, dan rebbana, mereka menabuh alat ini sambil membaca sholawat kepada
Nabi Muhammad SAW., berpakaian baju putih dan bercelana panjang, dihiasi
pakaian sarung yang dilipat setengah dari pinggang sampai lutut. Kelompok
kedua, teridiri dari 10-20 orang membawa alat kesenian rebbana, sambil
menjemput panjang-panjang mulud mereka juga membaca tahlil dan sholawat kepada
Nabi, mereka berpakain baju taqwa berwarna putih. Adapun tahlil dan sholawat
yang mereka nyanyikan adalah :
Laa ilaha Illallah Muhammad Rasulallah
Allahu Laa ilaha Illallah Muhammad Rasulallah
Allahu Laa ilaha Illallah Muhammad Rasulallah
Sholatulllah salamullah ‘ala toha Rasulillah
Sholatullah salamullah ‘ala yasiin habibillah
Tawaslna bibismillah wabilhadi rasulillah
Wakullli mujahidillillah bi ahli badriya Allah
Dan mereka juga menyayikan lagu-lagu seperti :
Hayu kabeh dulur-dulur dadi wong aje takabur
Hayu kabeh dulur-dulur dadi wong aje takabur
Hayu kebeh dulur-dulur maring Allah kudu Syukur
Inget kangge ning kubur
Menurut Haji Syhd, kelompok penjeput panjang mulud ini tujuannya hanya untuk memeriahkan saja, dan juga melestariakan kesenian terbang gede dan rebbana yang pada saat ini sudah ditinggalkan oleh masyarakat kita sendiri karena terbawa oleh arus modernisasi.
Penjemputan panjang dari rumah-rumah ini berakhir pada pukul 11.30, sebelum pelaksaanan sholat dzuhur, para penjemput dan pembawa panjang beristirahat sambil menungu sholat tiba, terdapat prosesi saweran yang ditujukkan kepada kelompok penjemput panjang atau kelompok terbang gede, dan rebbana. Saweran syukuran ini dimaksudkan telah selamatnya membawa panjang-panjang mulud dari rumah-rumah warga menuju ke masjid. Nominal dari saweran yang dilemparkan ke kelompok penjemput panjang mulud, terdiri dari nilai mata uang seribu hingga lima puluh ribu rupiah.
Setelah sholat dzuhur, kelompok pendzikir kembali membacakan sholawat dan membaca marhabanan yang dipimpin oleh para kiyai yang diundang. Setelah pembacaan ini barulah panjang mulud dapat dibagi-bagikan kepada para undangan dan orang-orang sekitar yang dianggap fakir, yang tidak lain disebut orang-orang ngeropok.
Unsur-Unsur Panjang Mulud
a. Panitia Panjang Mulud
Suatu kelompok yang terorganisir memiliki fungsi-fungsi yang mengatur lancarnya prosesi terjadinya tradisi panjang mulud. Untuk mewujudkan suatu kepanitaan ini, diawali dengan rapat Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) setempat, karena DKM merupakan organisasi tertinggi keagamaan dilingkungan kampung karena memang demikian para pengurus DKM, mengundang para kiyai, tokoh, dan unsur pemuda.
Kepanitiaan yang berlaku biasanya sampai tiga minggu hingga akhir acara tradisi upacara panjang mulud selesai. Panitia panjang mulud bertanggung jawab penuh pada masyarakat dan DKM sukses tidaknya upacara tradisi panjang mulud.
b. Kelompok Pendizikir
Menurut Lukman Hakim,[12] sejarah zikir mulud sudah populer pada tahun 1927-1940, di suatu desa Serdang, Kecamatan Kramatwatu Serang, ada lima orang ulama, yaitu KH Dali, KH. Dulfatah, KH. Umar, KH. Muhriji, dan KH. Balhi yang berguru pada seorang tokoh ulama KH. Erab, sebagai ulama guru zikir yang populer di Banten.
Seni zikir yang dipelajari oleh kelima ulama di atas, merupakan cikal bakal munculnya zikir mulud. Sehingga tidak heran seni zikir ini berkembang sampai ke generasi ke-6. Pada tahun 1940-1955, zikir mulud lebih berkembang lagi dengan generasi keduanya, yaitu : H. Said dan KH. Ahya. Dan pada tahun 1955-1965 merupakan tahun generasi yang ketiga, dengan tokohnya, yaitu H. Surni Afik, A. Sakun, Hamami, Ki Hamdani, dan Ki Jane. Pada generasi ketiga inilah sebenarnya seni zikir panjang mulud sudah terebar termasuk di Kapung Tanggul Cimuncang Serang. Menurut Haji. Aslh, ketika ia umur enam tahun zikir mulud dan panjang mulud sudah ramai di Kampung Tanggul.
Dalam pelaksanaan zikir mulud yang ada di Tanggul biasanya tampil dengan 50 orang dalam satu kelompok, dan biasanya pula dalam upacara tradisi baca zikir panjang mulud terdiri dari dua kelompok pembaca seni zikir mulud. Yang masing-masing memiliki tugas tersendiri. Kelompok pertama sebagai pembawa soal dalam lafadz-lafadz zikir, sedangkan kelompok kedua sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan kelompok pertama yang disampai dengan lafadz-lafadz zikir pula.
Para kelompok pezikir ini membacakan kitab Barjanzi, yang biasanya lagu-lagu tersebut tidak berubah sepanjang tahunnya. Dalam kitab ini memiliki 16 lagu-lagu. Ketika posisi duduk, lagu yang dibawakan pezkir adalah, assala, alfasa, tanakal, walidal, singkir, dzikrun, dan badat. Namun dalam posisi berdiri pezikir membacakan lagu hanya satu, yaitu : ya Nabi salam. Kemudian dilanjutkan lagi dengan posisi duduk yang kedua, dengan membacakan lagu-lagu terdiri dari 8 lagu, yaitu : ya Nuur, Futur Kulwas, Ta’lam, Masmis, Wulidang, Talaubina Jalar nama, dan Habibun.[13] Para pezikir ini tidak berhenti membaca selama 12 jam dengan istirahat pada waktu sholat dzuhur, yang dilanjutkan samapai sholat ashar. Para pezikir dalam upacara tradisi panjang mulud kali ini dengan memakai pakaian seragam baju taqwa.
c. Kelompok Juri
Untuk memeriahkan dan menambah semangat para pembaca zikir mulud, dalam prosesi panjang mulud di Kampung Tanggul Cimuncang, maka kedua kelompok tersebut dilombakan. Menurut Haji Jhd Krm. Dilombakan baca zikir ini tidak lain hanya untuk memriahkan saja, dan memberi semangat. Menurutnya kreteria lomba baca zikir ini, yaitu : memiliki kekompakan, suara yang indah, tajwid, dan qiroa’tnya.
Kelompok juri diambil dan diundang dari kampung tetangga yang benar-benar memiliki kemampuan menilai dari hasil bacaan zikir tersebut. Kelompok juri ini terdiri dari tiga orang.
d. Kelompok Ngeropok
Istilah ngeropok berasal dari bahasa jawa Serang, yang arti secara bahasanya tidak bisa ditemukan secara pasti, namun dari beberapa analisa dapat artikan bahwa ngeropok merupakan istilah yang ada di tradisi upacara panjang mulud di Serang Banten, yang artinya sekolompok atau individu orang yang datang dan mengikuti prosesi upacara panjang mulud yang sebelumnya tidak diundang, dengan harapan mendapat berkat,[14] dari panjang-panjang mulud yang tersedia. Dan biasanya mereka ini mendapatkan berkat seperti, berkat nasi dan lauk pauk riungan, dan sebagainya.
Berbeda juga dengan sekolompok atau individu ngeropok undangan, menurut Haji Syhd, mereka yang diundang dalam upaacara tradisi panjang mulud, yaitu teridiri dari kiyai, ustadz, pemerintahan, kelompok swasta, dan sebagainya. Mereka mendapatkan berkat yang ditentukan oleh panitia.
e. Kelompok Pembuat Panjang
Kelompok ini teridiri dari individu mapun kelompok, dan tidak diwajibkan bagi masyarakat Kampung Tanggul, untuk membuat panjang mulud namun untuk merefleksikan perayaan maulid Nabi SAW, mereka berusaha mwujudkan perayaan upacara tradisi panjang mulud. Mereka sejak malam harinya membuat panjang mulud berbagai macam variasi dan tidak ditentukan oleh panitia. Panitia hanya menghimbau bahawa panjang-panjang mulud, tidak lagi dimasak nsmun berupa mentahnya seperti beras, mie instans, danlain-lain.
Menurut Haji Sbhs, panjang mulud sebenarnya tidak ada perubahan yang berarti, hanya merubah dari yang masak beralih ke mentahnya saja. Bila beras dimasak menjadi nasi dan dilengkapi dengan lauk pauk dimungkinkan akan mubazir. Panjang mulud beralih ke mentahnya karena praktis dan efesien dan bisa dimasak sekarang atau nanti.
Masyarakat Kampung Tanggul dalam membuat panjang mulud, kecil maupun besar bentuknya, atau nilai nominal rupiah kecil atau besar bukan merupakan sebuah prestise, namun mereka niat karena Allah SWT, demikian yang diungkapkan Haji Sbhs. Lillahi Ta’ala yang diungkapkan Haji Sbhs, merupakan sifat masyarakat karena mereka ingin beribadah dan memperingati dan merefleksikan perayaan maulid Nabi SAW. Menurutnya panjang mulud yang pernah terjadi di Kampung Tanggul dengan nominal yang besar adalah 5 (lima) ton beras.
E. Panjang Mulud dan Simbol Agama
Istilah panjang, tidak terkait dengan panjang pendek sebuah meteran, namun panjang ada kaitannya dengan pajang, yaitu memajangkan (show up; memperlihatkan), menyumbangkan suatu bentuk barang makanan atau hadiah-hadiah kepada Nabi SAW, kemudian diberikan ke fakir miskin. Dengan demikian panjang mulud, merupakan memajangkan dan menyumbangkan hadiah berupa makanan yang khas, seperti nasi dan lauk pauknya. Panjang-panjang ini dihias bermacam-macam bentuknya, sepertibentuk perahu, kapal terbang, ka’bah, kubah masjid, dan lain sebagainya.
Awal mulanya panjang mulud berkisar pada nasi dan ditempatkan pada wakul (bakul), namun perkembangan zaman, bakul berisi nasi dan lauk pauk dihias dengan berbagai macam warna, dan yang lebih menarik lagi, menghias telor dengan berbentuk bunga mawar. Dan untuk lebih praktisnya lagi saat ini panjang mulud tidak lagi dengan meyumbangkan makanan yang dimasak. Sehingga satu keluarga atau kelompok tidak lagi menanak nasi, melainkan menghias makanan yang tidak dimasak, dan menghias panjang dengan bermacam-macam bentuknya. Bentuk-bentuk panjang mulud yang terdapat di Kampung Tanggul, adalah : beras, telor-hias, ayam, kambing, mebel, alat-alat masak, alat transportasi, jam dinding, perahu, pesawat, ka’bah, masjid, kubah masjid, mobil, mie instan, kompor, sendal jepit, uang, kain sarung, kain panjang/benting, sajadah, karpet, risbang, dan lain-lain.
Bagi masyarakat Kampung Tanggul, tradisi panjang mulud merupakan suatu perintah agama, karena kecintaannya terhadap Nabi Muhammad SAW. Kecintaan kepada Nabi dan agama inilah yang diyakini bagi mereka guna menjalankan syariat ajaran Islam.
Menurut Geertz, agama sebagai sistim simbol, dan karenanya juga sisitim budaya (as a cultural system), yang menjadi acuan manusia (umat) dalam menginterpretasikan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai acuan, agama dipandang oleh umatnya dapat memberikan pemecahan maslah-masalah yang dihadapi oleh manusia, baik masalah-masalah yang dihadapi sekarang (dunia nyata), masalah-masalah nanti (akhirat), maupun masalah-masalah yang tidak tampak (dunia gaib), karena agama mempunyai tuntutan dan janji-janji kepada pemeluknya.
Tuntutan dimaksud, adalah ketaatan atas kewajiban-kewajiban agama, penerimaan atas kepercayaan-kepecayaan agama, dan atas penyelenggaraan upcara-upacara agama. Selain itu juga agama menyediakan simbol-simbol sebuah tradisi yang dapat diacu oleh manusia dalam menentukan sebuah sosial, dan peranan manusia dalam kehidupannya. Peranan manusia dalam memenuhi tuntutan agama itu menimbulkan solidaritas umat, karena dalam solidaritas kebersamaan manusia dalam menjalankan upacara tradisi agama. Solidaritas kebersamaan cenderung dipertahankan, karena penyebabnya adalah agama, maka untuk solidaritas itulah agama tetap dipegangi oleh manusia.
Solidaritas ini dipertahankan untuk membentuk kebersamaan dalam parayaan upacara tradisi agama, yaitu maulid Nabi Muhammmad SAW., dalam upcara ini memiliki simbol-simbol agama yang dapat dijadikan solidaritas kebersamaan dalam perayaan. Karena simbol dalam perayaan upcara panjang mulud, merupakan ajaran yang diperintahkan untuk mencintai Rasulallah SAW., bukan hanya cinta melainkan juga taat dan menjalankan perintahnya.
Kesimpulan
Tradisi panjanng mulud, bagi masyarakat Kampung Tanggul Cimuncang Serang Banten, merupakan tradisi keagamaan yang biasa dilakukan oleh umat Islam pada umumnya. Panjang mulud merupakan upacara yang di dalamnya memiliki simbol-simbol keagamaan.
Panajang mulud, yang berarti memberikan dan memajangkan makanana yang pada kahirnya diberikan kepada fakir miskin. Pada awalnya panjang mulud berupa memberikan makanan yang berisi lauk pauk, namun perkembangan zaman, panjang mulud yaitu memajangkan sebuah makanan yang berbentuk hiasan-hiasan dan dalam bentuk macam ragamnya. Bentuk-bentuk panjang mulud yang dihiasi, adalah perahu, pesawat, ka’bah, masjid, kubah masjid, dan lain sebagianya.
Prosesi panjang mulud memang membutuhkan waktu yang panjang dan tenaga yang cukup ekstra, apalagi pada kelompok zikir mereka harus membaca kitab barjanzi secara bergantian dengan saling memberi pertanyaan dan jawaban dalam lagu-lagu yang dibacakannya.
Kelompok lain dalam perayaan tradisi panjang mulud ini adalah penjemput panjang mulud. Kelompok ini menjemputnya dengan membawa alat kesenian tradisional kesultanan Banten, yaitu terbang gede, sambil membaca sholawat, dan tahlil merka penjemput panjang mulud.
Ngeropok merupakan, istilah dalam perayaan tradisi panjang mulud yang berati orang atau sekolomok orang yang mencari berkat, berkat-berkat ini dibagikan kepada orang yang ngeropok. Berbeda lagi dengan ngeropok yang diundang, kelompok ini memiliki tingkat status seperti kiyai, ustadz, dan lain-lain yang sifatnya dapat diundang, dan mereka pun dapat bekat pula.
Rekomendasi
Tradisi panjang mulud merupakan salah satu tradisi keagamaan masyarakat Serang Banten, yang peranannanya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa peran tradisi panjang mulud memiliki sumbangan yang bersifat kebersamaan, solidaritas, dan tentunya sumbangan pariwisata.
[1] Badri Yatim, Sejarah Petadaban Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 199)
[2] Republika dalam Dialog Jum’at , Salahudin dan Peringatan Maulid (Jum’at, 30 Maret 2007)
[4] Goodwill Zubir, Republika ibid
[6] HMA. Tihami, Kepimpinan Kiyai di Banten Studi Tentang Agama dan Magi di Desa Pesanggrahan Serang Banten, (Serang : P3M STAIN Serang, 1999). Hal 115
[9] Yang dimaksud pemimpin di sini, yiatu pemimpin yang mengatur dan mengorganisir, bukan pemimpin suatu upacara tradisi panjang mulud.
[10] Imam dan makmum ini, biasanya kiyai, ustadz dan para santrinya. Kiyai, adalah sebagai elemen terpenting dalam lembaga pesantren. Kiyai merupakan gelar terhadap ulama dari kelompok Islam tradisional yang memiliki pesantren
[11] Merupakan kesenian tradisional Kesultanan Banten abad ke-XVI, kesenian ini merupakan media penyebaran agama Islam di Banten, terdiri dari lima orang sebagai pemegang instrumen dan tujuh dan limabelas orang sebagai pendizikir. (Lukman Hakim, Banten dalam Perjalanan Jurnalistik (Pandeglang : Banten Heritage, 2006), hal 236)
[12] Ibid, hal. 199-200
[13] Ibid, hal. 201
[14] Berkat, dari istilah bahasa Arab yang artinya mndapatkan keberkahan dari rizki yang diberikan oleh Allah, berkat dalam tradisi panjang mulud merupakan suatu simbol setelah melakukan prosesi upacara keagamaan. Berkat panjang mulud bagi orang yang ngeropok pada saat ini tidak lagi dengan membawa nasi beserta lauk pauknya, namu untuk efsiensi dan tidak langsung dimakan maka berkat dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ngeropok dengan mentahnya, seperti beras, mie instan, dan lain-lain.
Laa ilaha Illallah Muhammad Rasulallah
Allahu Laa ilaha Illallah Muhammad Rasulallah
Allahu Laa ilaha Illallah Muhammad Rasulallah
Sholatulllah salamullah ‘ala toha Rasulillah
Sholatullah salamullah ‘ala yasiin habibillah
Tawaslna bibismillah wabilhadi rasulillah
Wakullli mujahidillillah bi ahli badriya Allah
Dan mereka juga menyayikan lagu-lagu seperti :
Hayu kabeh dulur-dulur dadi wong aje takabur
Hayu kabeh dulur-dulur dadi wong aje takabur
Hayu kebeh dulur-dulur maring Allah kudu Syukur
Inget kangge ning kubur
Menurut Haji Syhd, kelompok penjeput panjang mulud ini tujuannya hanya untuk memeriahkan saja, dan juga melestariakan kesenian terbang gede dan rebbana yang pada saat ini sudah ditinggalkan oleh masyarakat kita sendiri karena terbawa oleh arus modernisasi.
Penjemputan panjang dari rumah-rumah ini berakhir pada pukul 11.30, sebelum pelaksaanan sholat dzuhur, para penjemput dan pembawa panjang beristirahat sambil menungu sholat tiba, terdapat prosesi saweran yang ditujukkan kepada kelompok penjemput panjang atau kelompok terbang gede, dan rebbana. Saweran syukuran ini dimaksudkan telah selamatnya membawa panjang-panjang mulud dari rumah-rumah warga menuju ke masjid. Nominal dari saweran yang dilemparkan ke kelompok penjemput panjang mulud, terdiri dari nilai mata uang seribu hingga lima puluh ribu rupiah.
Setelah sholat dzuhur, kelompok pendzikir kembali membacakan sholawat dan membaca marhabanan yang dipimpin oleh para kiyai yang diundang. Setelah pembacaan ini barulah panjang mulud dapat dibagi-bagikan kepada para undangan dan orang-orang sekitar yang dianggap fakir, yang tidak lain disebut orang-orang ngeropok.
Unsur-Unsur Panjang Mulud
a. Panitia Panjang Mulud
Suatu kelompok yang terorganisir memiliki fungsi-fungsi yang mengatur lancarnya prosesi terjadinya tradisi panjang mulud. Untuk mewujudkan suatu kepanitaan ini, diawali dengan rapat Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) setempat, karena DKM merupakan organisasi tertinggi keagamaan dilingkungan kampung karena memang demikian para pengurus DKM, mengundang para kiyai, tokoh, dan unsur pemuda.
Kepanitiaan yang berlaku biasanya sampai tiga minggu hingga akhir acara tradisi upacara panjang mulud selesai. Panitia panjang mulud bertanggung jawab penuh pada masyarakat dan DKM sukses tidaknya upacara tradisi panjang mulud.
b. Kelompok Pendizikir
Menurut Lukman Hakim,[12] sejarah zikir mulud sudah populer pada tahun 1927-1940, di suatu desa Serdang, Kecamatan Kramatwatu Serang, ada lima orang ulama, yaitu KH Dali, KH. Dulfatah, KH. Umar, KH. Muhriji, dan KH. Balhi yang berguru pada seorang tokoh ulama KH. Erab, sebagai ulama guru zikir yang populer di Banten.
Seni zikir yang dipelajari oleh kelima ulama di atas, merupakan cikal bakal munculnya zikir mulud. Sehingga tidak heran seni zikir ini berkembang sampai ke generasi ke-6. Pada tahun 1940-1955, zikir mulud lebih berkembang lagi dengan generasi keduanya, yaitu : H. Said dan KH. Ahya. Dan pada tahun 1955-1965 merupakan tahun generasi yang ketiga, dengan tokohnya, yaitu H. Surni Afik, A. Sakun, Hamami, Ki Hamdani, dan Ki Jane. Pada generasi ketiga inilah sebenarnya seni zikir panjang mulud sudah terebar termasuk di Kapung Tanggul Cimuncang Serang. Menurut Haji. Aslh, ketika ia umur enam tahun zikir mulud dan panjang mulud sudah ramai di Kampung Tanggul.
Dalam pelaksanaan zikir mulud yang ada di Tanggul biasanya tampil dengan 50 orang dalam satu kelompok, dan biasanya pula dalam upacara tradisi baca zikir panjang mulud terdiri dari dua kelompok pembaca seni zikir mulud. Yang masing-masing memiliki tugas tersendiri. Kelompok pertama sebagai pembawa soal dalam lafadz-lafadz zikir, sedangkan kelompok kedua sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan kelompok pertama yang disampai dengan lafadz-lafadz zikir pula.
Para kelompok pezikir ini membacakan kitab Barjanzi, yang biasanya lagu-lagu tersebut tidak berubah sepanjang tahunnya. Dalam kitab ini memiliki 16 lagu-lagu. Ketika posisi duduk, lagu yang dibawakan pezkir adalah, assala, alfasa, tanakal, walidal, singkir, dzikrun, dan badat. Namun dalam posisi berdiri pezikir membacakan lagu hanya satu, yaitu : ya Nabi salam. Kemudian dilanjutkan lagi dengan posisi duduk yang kedua, dengan membacakan lagu-lagu terdiri dari 8 lagu, yaitu : ya Nuur, Futur Kulwas, Ta’lam, Masmis, Wulidang, Talaubina Jalar nama, dan Habibun.[13] Para pezikir ini tidak berhenti membaca selama 12 jam dengan istirahat pada waktu sholat dzuhur, yang dilanjutkan samapai sholat ashar. Para pezikir dalam upacara tradisi panjang mulud kali ini dengan memakai pakaian seragam baju taqwa.
c. Kelompok Juri
Untuk memeriahkan dan menambah semangat para pembaca zikir mulud, dalam prosesi panjang mulud di Kampung Tanggul Cimuncang, maka kedua kelompok tersebut dilombakan. Menurut Haji Jhd Krm. Dilombakan baca zikir ini tidak lain hanya untuk memriahkan saja, dan memberi semangat. Menurutnya kreteria lomba baca zikir ini, yaitu : memiliki kekompakan, suara yang indah, tajwid, dan qiroa’tnya.
Kelompok juri diambil dan diundang dari kampung tetangga yang benar-benar memiliki kemampuan menilai dari hasil bacaan zikir tersebut. Kelompok juri ini terdiri dari tiga orang.
d. Kelompok Ngeropok
Istilah ngeropok berasal dari bahasa jawa Serang, yang arti secara bahasanya tidak bisa ditemukan secara pasti, namun dari beberapa analisa dapat artikan bahwa ngeropok merupakan istilah yang ada di tradisi upacara panjang mulud di Serang Banten, yang artinya sekolompok atau individu orang yang datang dan mengikuti prosesi upacara panjang mulud yang sebelumnya tidak diundang, dengan harapan mendapat berkat,[14] dari panjang-panjang mulud yang tersedia. Dan biasanya mereka ini mendapatkan berkat seperti, berkat nasi dan lauk pauk riungan, dan sebagainya.
Berbeda juga dengan sekolompok atau individu ngeropok undangan, menurut Haji Syhd, mereka yang diundang dalam upaacara tradisi panjang mulud, yaitu teridiri dari kiyai, ustadz, pemerintahan, kelompok swasta, dan sebagainya. Mereka mendapatkan berkat yang ditentukan oleh panitia.
e. Kelompok Pembuat Panjang
Kelompok ini teridiri dari individu mapun kelompok, dan tidak diwajibkan bagi masyarakat Kampung Tanggul, untuk membuat panjang mulud namun untuk merefleksikan perayaan maulid Nabi SAW, mereka berusaha mwujudkan perayaan upacara tradisi panjang mulud. Mereka sejak malam harinya membuat panjang mulud berbagai macam variasi dan tidak ditentukan oleh panitia. Panitia hanya menghimbau bahawa panjang-panjang mulud, tidak lagi dimasak nsmun berupa mentahnya seperti beras, mie instans, danlain-lain.
Menurut Haji Sbhs, panjang mulud sebenarnya tidak ada perubahan yang berarti, hanya merubah dari yang masak beralih ke mentahnya saja. Bila beras dimasak menjadi nasi dan dilengkapi dengan lauk pauk dimungkinkan akan mubazir. Panjang mulud beralih ke mentahnya karena praktis dan efesien dan bisa dimasak sekarang atau nanti.
Masyarakat Kampung Tanggul dalam membuat panjang mulud, kecil maupun besar bentuknya, atau nilai nominal rupiah kecil atau besar bukan merupakan sebuah prestise, namun mereka niat karena Allah SWT, demikian yang diungkapkan Haji Sbhs. Lillahi Ta’ala yang diungkapkan Haji Sbhs, merupakan sifat masyarakat karena mereka ingin beribadah dan memperingati dan merefleksikan perayaan maulid Nabi SAW. Menurutnya panjang mulud yang pernah terjadi di Kampung Tanggul dengan nominal yang besar adalah 5 (lima) ton beras.
E. Panjang Mulud dan Simbol Agama
Istilah panjang, tidak terkait dengan panjang pendek sebuah meteran, namun panjang ada kaitannya dengan pajang, yaitu memajangkan (show up; memperlihatkan), menyumbangkan suatu bentuk barang makanan atau hadiah-hadiah kepada Nabi SAW, kemudian diberikan ke fakir miskin. Dengan demikian panjang mulud, merupakan memajangkan dan menyumbangkan hadiah berupa makanan yang khas, seperti nasi dan lauk pauknya. Panjang-panjang ini dihias bermacam-macam bentuknya, sepertibentuk perahu, kapal terbang, ka’bah, kubah masjid, dan lain sebagainya.
Awal mulanya panjang mulud berkisar pada nasi dan ditempatkan pada wakul (bakul), namun perkembangan zaman, bakul berisi nasi dan lauk pauk dihias dengan berbagai macam warna, dan yang lebih menarik lagi, menghias telor dengan berbentuk bunga mawar. Dan untuk lebih praktisnya lagi saat ini panjang mulud tidak lagi dengan meyumbangkan makanan yang dimasak. Sehingga satu keluarga atau kelompok tidak lagi menanak nasi, melainkan menghias makanan yang tidak dimasak, dan menghias panjang dengan bermacam-macam bentuknya. Bentuk-bentuk panjang mulud yang terdapat di Kampung Tanggul, adalah : beras, telor-hias, ayam, kambing, mebel, alat-alat masak, alat transportasi, jam dinding, perahu, pesawat, ka’bah, masjid, kubah masjid, mobil, mie instan, kompor, sendal jepit, uang, kain sarung, kain panjang/benting, sajadah, karpet, risbang, dan lain-lain.
Bagi masyarakat Kampung Tanggul, tradisi panjang mulud merupakan suatu perintah agama, karena kecintaannya terhadap Nabi Muhammad SAW. Kecintaan kepada Nabi dan agama inilah yang diyakini bagi mereka guna menjalankan syariat ajaran Islam.
Menurut Geertz, agama sebagai sistim simbol, dan karenanya juga sisitim budaya (as a cultural system), yang menjadi acuan manusia (umat) dalam menginterpretasikan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai acuan, agama dipandang oleh umatnya dapat memberikan pemecahan maslah-masalah yang dihadapi oleh manusia, baik masalah-masalah yang dihadapi sekarang (dunia nyata), masalah-masalah nanti (akhirat), maupun masalah-masalah yang tidak tampak (dunia gaib), karena agama mempunyai tuntutan dan janji-janji kepada pemeluknya.
Tuntutan dimaksud, adalah ketaatan atas kewajiban-kewajiban agama, penerimaan atas kepercayaan-kepecayaan agama, dan atas penyelenggaraan upcara-upacara agama. Selain itu juga agama menyediakan simbol-simbol sebuah tradisi yang dapat diacu oleh manusia dalam menentukan sebuah sosial, dan peranan manusia dalam kehidupannya. Peranan manusia dalam memenuhi tuntutan agama itu menimbulkan solidaritas umat, karena dalam solidaritas kebersamaan manusia dalam menjalankan upacara tradisi agama. Solidaritas kebersamaan cenderung dipertahankan, karena penyebabnya adalah agama, maka untuk solidaritas itulah agama tetap dipegangi oleh manusia.
Solidaritas ini dipertahankan untuk membentuk kebersamaan dalam parayaan upacara tradisi agama, yaitu maulid Nabi Muhammmad SAW., dalam upcara ini memiliki simbol-simbol agama yang dapat dijadikan solidaritas kebersamaan dalam perayaan. Karena simbol dalam perayaan upcara panjang mulud, merupakan ajaran yang diperintahkan untuk mencintai Rasulallah SAW., bukan hanya cinta melainkan juga taat dan menjalankan perintahnya.
Kesimpulan
Tradisi panjanng mulud, bagi masyarakat Kampung Tanggul Cimuncang Serang Banten, merupakan tradisi keagamaan yang biasa dilakukan oleh umat Islam pada umumnya. Panjang mulud merupakan upacara yang di dalamnya memiliki simbol-simbol keagamaan.
Panajang mulud, yang berarti memberikan dan memajangkan makanana yang pada kahirnya diberikan kepada fakir miskin. Pada awalnya panjang mulud berupa memberikan makanan yang berisi lauk pauk, namun perkembangan zaman, panjang mulud yaitu memajangkan sebuah makanan yang berbentuk hiasan-hiasan dan dalam bentuk macam ragamnya. Bentuk-bentuk panjang mulud yang dihiasi, adalah perahu, pesawat, ka’bah, masjid, kubah masjid, dan lain sebagianya.
Prosesi panjang mulud memang membutuhkan waktu yang panjang dan tenaga yang cukup ekstra, apalagi pada kelompok zikir mereka harus membaca kitab barjanzi secara bergantian dengan saling memberi pertanyaan dan jawaban dalam lagu-lagu yang dibacakannya.
Kelompok lain dalam perayaan tradisi panjang mulud ini adalah penjemput panjang mulud. Kelompok ini menjemputnya dengan membawa alat kesenian tradisional kesultanan Banten, yaitu terbang gede, sambil membaca sholawat, dan tahlil merka penjemput panjang mulud.
Ngeropok merupakan, istilah dalam perayaan tradisi panjang mulud yang berati orang atau sekolomok orang yang mencari berkat, berkat-berkat ini dibagikan kepada orang yang ngeropok. Berbeda lagi dengan ngeropok yang diundang, kelompok ini memiliki tingkat status seperti kiyai, ustadz, dan lain-lain yang sifatnya dapat diundang, dan mereka pun dapat bekat pula.
Rekomendasi
Tradisi panjang mulud merupakan salah satu tradisi keagamaan masyarakat Serang Banten, yang peranannanya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa peran tradisi panjang mulud memiliki sumbangan yang bersifat kebersamaan, solidaritas, dan tentunya sumbangan pariwisata.
[1] Badri Yatim, Sejarah Petadaban Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 199)
[2] Republika dalam Dialog Jum’at , Salahudin dan Peringatan Maulid (Jum’at, 30 Maret 2007)
[4] Goodwill Zubir, Republika ibid
[6] HMA. Tihami, Kepimpinan Kiyai di Banten Studi Tentang Agama dan Magi di Desa Pesanggrahan Serang Banten, (Serang : P3M STAIN Serang, 1999). Hal 115
[9] Yang dimaksud pemimpin di sini, yiatu pemimpin yang mengatur dan mengorganisir, bukan pemimpin suatu upacara tradisi panjang mulud.
[10] Imam dan makmum ini, biasanya kiyai, ustadz dan para santrinya. Kiyai, adalah sebagai elemen terpenting dalam lembaga pesantren. Kiyai merupakan gelar terhadap ulama dari kelompok Islam tradisional yang memiliki pesantren
[11] Merupakan kesenian tradisional Kesultanan Banten abad ke-XVI, kesenian ini merupakan media penyebaran agama Islam di Banten, terdiri dari lima orang sebagai pemegang instrumen dan tujuh dan limabelas orang sebagai pendizikir. (Lukman Hakim, Banten dalam Perjalanan Jurnalistik (Pandeglang : Banten Heritage, 2006), hal 236)
[12] Ibid, hal. 199-200
[13] Ibid, hal. 201
[14] Berkat, dari istilah bahasa Arab yang artinya mndapatkan keberkahan dari rizki yang diberikan oleh Allah, berkat dalam tradisi panjang mulud merupakan suatu simbol setelah melakukan prosesi upacara keagamaan. Berkat panjang mulud bagi orang yang ngeropok pada saat ini tidak lagi dengan membawa nasi beserta lauk pauknya, namu untuk efsiensi dan tidak langsung dimakan maka berkat dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ngeropok dengan mentahnya, seperti beras, mie instan, dan lain-lain.
[ Sejarah Panjang Mulud Dari sumber yng berbeda ]
Sudah menjadi kebiasaan rutin pada tiap tahunnya
semarak Panjang Mulud selalu menjadi peringatan yang sangat diagungkan oleh
masyarakat Banten.Panjang mulud merupakan upacara selamatan yang dilakukan
masyarakat Islam di Serang Banten dalam rangka memperingati hari lahir Nabi
Muhammad SAW atau Maulid Nabi. Pelaksanaannya berupa
perayaan dengan mengusung berbagai jenis makanan, mulai dari makanan matang
siap santap, seperti nasi kuning lengkap dengan lauk pauk, telur, semur daging
dan sayur-sayuran, hingga bahan makanan semisal beras bahkan berupa bendera
dari uang, yang semuanya disusun dalam sebuah tempat yang disebut
“Panjang”.
Pada hari ini Kamis (30/1) Kp. Cisolong Desa
Panyirapan Kec. Baros Kab. Serang-Banten Sejak pukul 08.00 WIB
s.d pukul 09.00 WIB sepanjang Jl. Raya
Pandeglang-Serang Kec. Baros dipadati oleh peserta pawai dengan panjang yang
beraneka ragam, peserta pawai diperkirakan sekitar 1500 orang dengan riasan
panjang sebanyak 54 panjang, 1 team Rampak Bedug, 1 Team Qosidah dan 3 Team
Marching Band dengan keterlibatan masyarakat sekitar, Polsek Baros dan TNI 320 Badak Putih pawai ini berjalan dengan tertib, aman
dan terkendali.
Setelah kegiatan pawai berlangsung ba’da Dzuhur
kegiatan dilanjutkan dengan acara do’a bersama dalam bahasa setempat disebut ngeriung,
biaya peringatan maulid Nabi Muhammad ini diperkirakan menghabiskan biaya
sekitar 100 Juta Rupiah.KH. Bisri Ketua Pelaksana Kegiatan ini mengatakan
sangat bangga dan bahagia melihat antusiasme masyarakat Kp. Cisolong yang
senantiasa ikut serta dalam memperingati peringatatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1436 H, tidak hanya materi, tenaga dan pikiran pun mereka
berikan demi memeriahkan peringatan tersebut. “ini merupakan bentuk kecintaan
kami kepada Nabi Besar Muhammad SAW” Tambah Suhada MA Selaku penanggung jawab
kegiatan.
Tujuannya adalah untuk mengembalikan semangat
juang kaum muslimin dalam perjuangan membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina
dari cengkraman kaum Salibis, yang kemudian, menghasilkan efek besar berupa
semangat jihad umat Islam menggelora pada saat itu. Secara subtansial, perayaan
Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenal akan keteladanan Nabi
Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran agama Islam.
Tercatat dalam sepanjang sejarah kehidupan, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah pemimpin besar yang sangat luar biasa dalam
memberikan teladan agung bagi umatnya.
Dalam konteks ini, Maulid harus diartikulasikan
sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai
semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik agar tercipta masyarakat
madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi seperti toleransi,
transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme,
keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme. Dalam tatanan sejarah
sosio antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW dapat
dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling
melengkapi.
http://banten.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=174724
0 comments:
Post a Comment